1. Adat Masyarakat, Adzan dulu Ketika Orang Mau Berangkat Haji
Tanya :
Di beberapa masjid, ketika seseorang hendak berangkat haji, dia
diadzani. Apa praktek ini benar? ada yang bilang, itu ada dalil riwayat
Bukhari dan Muslim…
Jawab :
Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelum kita beranjak pada masalah dalil, terlebih dahulu kami ajak anda untuk memahami satu prinsip berikut.
Semua
kaum muslimin paham bahwa islam adalah agama sempurna. Dan semua
kegiatan yang sifatnya ibadah, telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kamiharap, anda mengakui hal ini. Jika diminta dalilnya, anda bisa baca hadis dari Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَقِيَ شَىءٌ يُقرِّبُ مِنَ الجَنّةِ وَيُبَاعِد مِن النَّار، إِلّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم
Tidak
tersisa suatu apapun yang bisa mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan
dari neraka, kecuali telah dijelaskan kepada kalian. (HR. Thabrani
dalam al-Kabir, 1624)
Kemudian Abu Dzar mengatakan,
لَقَدْ
تَرَكَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا
يَتَقَلَّبُ فِي السَّمَاءِ طَائِرٌ إِلَّا ذَكَّرَنَا مِنْهُ عِلْمًا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah meninggalkan dan tidak ada burung yang mengepakkan sayapnya di
langit, kecuali beliau telah menjelaskan ilmunya kepada kami. (HR. Ahmad
21439 dan dihasankan oleh Syuaib al-Arnauth).
Kemudian di sana ada kaidah, jika ada satu perbuatan yang sangat mungkin dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
serta para sahabat, ada motivasi untuk melakukannya dan tidak ada
penghalang yang menyebabkan beliau meninggalkan perbuatan itu, akan
tetapi beliau tidak mengajarkan perbuatan tersebut, menunjukkan bahwa
itu bukan bagian dari ajaran islam.
Sebagai ilustrasi,
Adzan ketika memasukkan jenazah ke kuburan. Mungkinkah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya?
Jawabannya
sangat mungkin. Tidak ada yang susah bagi beliau untuk melakukannya.
Beliau bisa minta salah seorang sahabat untuk adzan ketika memasukkan
jenazah di kuburan. Namun ketika tidak ada riwayat yang menyebutkan
bahwa beliau mengadzani mayit ketika memasukkan jenazah di kuburan, maka
adzan semacam ini bukan ajaran islam.
Contoh lain,
Pembukuan al-Quran.
Mungkinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di zaman beliau?
Jawabannya
tidak mungkin. Karena selama beliau hidup, wahyu sewaktu-waktu akan
turun, yang bisa saja wahyu itu menasakh wahyu sebelumnya. Sehingga
tidak mungkin dibukukan. Disamping itu, tidak ada latar belakang yang
kuat untuk melakukan itu. Karena penghafal al-Quran sangat banyak dan
orang bisa merujuk langsung ke beliau.
Karena itu, pembukuan al-Quran yang dilakukan di zaman sahabat, tidak bertentangan dengan syariat islam.
Kaidah
inilah yang digunakan para sahabat ketika mereka mengingkari perbuatan
orang lain yang menambahi ajaran syariat. Suatu ketika, ada orang yang
bersin di samping Ibnu Umar. Seusai bersin, dia membaca;
الحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
Alhamdulillah, was salamu ‘ala rasulillah…
Mendengar ini, Ibnu Umar langsung komentar,
وَلَيْسَ
هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
عَلَّمَنَا أَنْ نَقُولَ: «الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ»
Bukan seperti ini yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami. Beliau mengajari kami untuk mengucapkan, ’Alhamdulillah ’ala kulli haal.’ (HR. Turmudzi 2738 dan statusnya hasan).
Demikian pula yang dilakukan sahabat Ammarah bin Ruaibah radhiyallahu ‘anhu,
ketika beliau melihat seorang khatib jum’at (Bisyr bin Marwan) yang
berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Kemudian Ammarah mengatakan,
قَبَّحَ
اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا يَزِيدُ عَلَى
هَذِهِ يَعْنِي السَّبَّابَةَ
Semoga Allah tidak merahmati kedua tangan itu. Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdoa di atas mimbar, dan beliau tidak lebih dari isyarat ini. Beliau
berisyarat dengan jari telunjuk. (HR. Ahmad 17224, Abu Daud 1104, dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dan masih banyak kasus semacam ini.
Kita beralih ke adzan ketika melepas kepergian haji.
Jika kita ditanya, apa yang sulit bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan hal demikian?
Tentu
jawabannya, tidak ada yang sulit. Beliau bisa dengan mudah menyuruh
sahabat untuk adzan ketika beliau hendak berangkat haji. Dan juga tidak
ada penghalang bagi beliau untuk melakukannya.
Namun tatkala tidak
ada dalil yang menyebutkan bahwa beliau melakukannya, menunjukkan bahwa
mengadzani jamaah haji ketika hendak berangkat, BUKAN ajaran syariat.
Ada Dalil Riwayat Bukhari & Muslim?
Kami
sempat terheran dengan pernyataan ini. Ada dalil riwayat Bukhari &
Muslim tentang mengadzani keberangkatan jamaah haji. Jika memang ada
dalilnya riwayat Bukhari & Muslim, tentu praktek semacam ini akan
menjadi tradisi yang makruf di masyarakat. Namun yang kita saksikan,
tradisi semacam ini hanya ada di beberapa daerah di Indonesia dan
sekitarnya. Saya sendiri baru menemukan tradisi ini di Jogja. Waktu di
Lamongan Jawa timur, belum pernah melihatnya. Sementara pelepasan jamaah
haji, diresmikan di Masjid pusat Kecamatan.
Kemudian, kami
menemukan situs[1] yang menganjurkan adzan melepas kepergian haji.
Ternyata benar, ada dalilnya. Hadis riwayat Bukhari & Muslim. Tapi
tunggu dulu, pembahasan belum selasai. Jika anda perhatikan hadis
tersebut, terlalu jauh jika dipahami sebagai dalil anjuran mengadzani
jamaah haji. Sama sekali gak nyambung. Kecuali jika dipaksa-paksakan.
Dan
seperti ini telah menjadi prinsip sebagian orang. Dia memiliki pendapat
yang tidak sesuai syariah, selanjutnya dia cari-cari dalil yang bisa
mendukung pendapatnya. Jika tidak mendukung, maka dipaksa mendukung.
Sehingga urutannya, punya pendapat dulu, baru cari dalil. Allahu akbar, jelas ini pemerkosaan terhadap dalil. Seharusnya, berlajar dalil dulu, kemudian berpendapat sesuai dalil.
Dari situs itu, bisa kita simpulkan, ada dalil yang menganjurkan mengadzani jamaah haji,
Pertama, hadis dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan kisah perjalanannya bersama rekan sekampungnya, belajar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَتَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي،
فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا،
فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا
Saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama serombongan pemuda dari kaumku. Kami tinggal di kota beliau 20
hari. Beliau orang yang sangat kasih sayang, dan lembut. Ketika beliau
melihat kami mulai kangen dengan keluarga, beliau berpesan,
ارْجِعُوا
إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ، وَصَلُّوا كَمَا
رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَلْيُؤَذِّنْ
لَكُمْ أَحَدُكُمْ، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Kembalilah ke
keluarga kalian, ajari mereka dan perintahkan mereka (untuk masuk
islam). Lakukanlah shalat sebagaimana kalian melihatku shalat. Apabila
datang waktu shalat, hendaknya salah satu diantara kalian melakukan adzan, kemudian yang paling tua menjadi imam. (HR. Bukhari 6008 & Muslim 674).
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, ”Kami para pemuda yang usianya sepantaran.”
Anda bisa perhatikan, kira-kira, perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan adzan, itu perintah karena apa?
Jawabannya, karena tiba waktu shalat wajib. Dan ini sangat jelas dinyatakan dalam teks hadis: ”Apabila datang waktu shalat, hendaknya salah satu diantara kalian melakukan adzan”.
Karena itu, ulama menganjurkan bahwa ketika datang waktu shalat wajib,
hendaknya seseorang melakukan adzan, meskipun dia sedang musafir.
Kemudian melakukan jamaah bersama rombongan, jika tidak mampir masjid.
Karena perjalanan masa silam, melintasi padang pasir, sehingga mereka
shalat berjamaah di tengah perjalanan yang jauh dari perkampungan.
Karena itu, imam Bukhari membuat judul bab untuk hadis ini dengan
pernyataan,
بَابُ مَنْ قَالَ: لِيُؤَذِّنْ فِي السَّفَرِ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ
Bab, pendapat ulama: Dalam Safar, Hendaknya ada Orang yang Beradzan. (Sahih Bukhari)
Artinya,
ketika rombongan musafir menjumpai waktu shalat, salah satu mereka
melakukan adzan untuk shalat jamaah. Karena itu, tidak mungkin dipahami
sebagai dalil anjuran untuk mengadzani jamaah haji. Terlalu dipaksakan.
Kedua, hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan perjalanan haji wada’ bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama para sahabat berangkat haji, sebelum masuk kota Mekah, beliau
singgah di Saraf. Di tempat ini, Aisyah menangis karena mengalami haid,
sehingga beliau tidak bisa Umrah untuk tamattu’. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya, beliau bersabda,
فَلَا يَضُرُّكِ، فَكُونِي فِي حَجِّكِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ يَرْزُقَكِيهَا
Tidak masalah, niatkan untuk haji. Semoga Allah memberimu kesempatan untuk Umrah.
Aisyahpun
melaksanakan ibadah haji, hingga hari kegiatan di Mina. Ketika itu,
Aisyah mendapatkan suci haid. Kemudian beliau melakukan Thawaf ifadhah.
Selesai haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam singgah di
al-Muhashab, lalu beliau menyuruh Abdurrahman bin Abu Bakr untuk
mengantarkanku ke Tan’im dalam rangka mengambil miqat untuk Umrah.
Seusai Umrah, saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di kemahnya. Beliau bertanya,
هَلْ فَرَغْتِ؟{ قُلْتُ: نَعَمْ،}
”Kamu sudah selesai?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
”Ya, jawabku.”
Kata A’isyah,
فَآذَنَ
فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ، فَخَرَجَ فَمَرَّ بِالْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ
قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ
Kemudian beliau mengadzankan
kepada para sahabatnya untuk berangkat. Kemudian beliau keluar, lalu
melewati Ka’bah dan beliau thawaf Wada’ sebelum subuh. Kemudian beliau
pulang ke Madinah. (HR. Muslim 1211).
Di situ ada lafadz,
فَآذَنَ فِي أَصْحَابِهِ بِالرَّحِيلِ
mengadzankan kepada para sahabatnya untk berangkat.
Kalimat ini dijadikan alasan, anjuran mengadzami jamaah haji. Dan jelas ini pemaksaan, karena:
- Kata aadzana di situ artinya adalah mengumumkan. Bukan adzan penanda datangnya shalat.
- Ini terjadi di ujung perjalanan haji, sebelum melakukan thawaf wada’. Sehingga tidak ada hubungannya dengan keberangkatan haji. Jika dianjurkan adzan untuk jamaah yang mau berangkat haji, seharusnya dilakukan di Madinah.
Karena semua alasan ini, para ulama
menilai adzan untuk perpisahan dengan jamaah haji sebagai perbuatan yang
menyimpang dari ajaran syariat. Dalam kitab Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, penulis menyebutkan daftar kesalahan yang banyak dilakukan masyarakat terkait ibadah haji. diantaranya
الأذان عند توديعهم
Adzan ketika perpisahan jamaah haji.
(Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 105)
Allahu a’lam
[1] Mohon maaf, alamat situs tidak kami sebutkan. Karena ada logo ormas.