Jumat, 19 April 2013
Profesi alternatif di tahun politik, jelang Pemilu Tahun 2014 adalah menjadi anggota legislatif, baik sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Menggeluti bidang politik kenegaraan menjadi incaran baru bagi para pencari peluang.
Semua kalangan, baik tua, muda, selebritis, pengusaha, pelawak, dan lain sebagainya, semua melirik alternatif baru menjadi anggota dewan atau legislatif. Pertanyaannya adalah apakah mereka itu sudah terbiasa berorganisasi, menyukai dunia politik, berwawasan luas, jujur, dan berpihak pada rakyat? Apabila mereka itu belum memiliki karakter dan sifat itu, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka hanya tertarik dengan gaji, tunjangan, dan lain-lain yang memang menggiurkan? Jika memang jawaban kedua ini yang manjadi pembenaran maka akan melahirkan stigma buruk bagi para politikus karbitan ini.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yang secara teknis melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan pemilu, bertugas atas kewenangan yang diberikan melalui konstitusi, membuat aturan-aturan untuk melakukan filter yang baik terhadap para calon anggota legislatif, yang mempunyai kapasitas, yakni yang terbiasa berorganisasi, menyukai dunia politik, berwawasan luas, jujur, dan berpihak pada rakyat.
Walaupun pekerjaan yang dilakukan KPU tidaklah berdiri sendiri, karena yang paling berperan atau paling menentukan siapa-siapa calon legislatif yang layak ditawarkan ke masyarakat adalah partai politik peserta pemilu.
Terlepas dari kesulitan itu, KPU mau tidak mau sebagai benteng terakhir saat penyaringan calon anggota legislatif, harus dapat meminimalisir lolosnya calon-calon anggota legislatif yang belum memiliki kapasitas itu. Meskipun KPU hanya memiliki kapasitas menyaring syarat administrasi saja, setidaknya sudah dapat mengurangi lolosnya calon yang tidak dikehendaki masyarakat. Padahal yang amat dibutuhkan adalah mental, sikap, perilaku, jiwa para calon, tetapi dengan cara apa mengujinya? Nampaknya ke depan instrument pengujian ini, perlu dipertimbangkan untuk diatur dan ditetapkan sehingga dapat menguji mental, sikap, perilaku, jiwa para calon. Karena jika ini tidak dilakukan maka masyarakat hanya akan dijadikan komoditas politik sesaat saja.
Dalam hal peraturan sebagai pedoman dalam penyaringan calon-calon anggota legislatif, KPU menetapkan Peraturan KPU Nomor 07 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, yang diubah ke dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2013 dan Peraturan KPU Nomor 08 Tahun 2013 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. Ketiga peraturan itu menjadi pedoman bagi KPU di setiap tingkatan, juga bagi partai politik peserta pemilu dan perseorangan yang ingin mendaftar menjadi calon legislatif.
Harapannya adalah bahwa dengan ditetapkannya ketiga peraturan KPU ini calon-calon anggota legislatif yang nantinya akan ditawarkan kepada para memilih, merupakan calon-calon yang benar-benar dapat melayani kepentingan masyarakat luas, sehingga saat terpilih pun mereka sudah siap dengan segala resiko dan konsekuaensinya, yakni untuk mewakili dan melayani rakyat. KPU setidaknya dapat menyuguhkan beberapa pilihan calon-calon legislatif yang memiliki kesungguhan, memahami konsekuensi, dan fokus kepada pencapaian visi dan misi.
Artikel oleh: Kadar Setyawan, S.Sos
Penulis adalah Kasubbag Pemberitaan dan Penerbitan Informasi Pemilu, Biro Teknis & Hupmas KPU